Secret???

“Secret..?”

Presented By : Maria

 

Dibelakang bukit sebelah selatan Seoul, padang ilalang terbentang luas. Ketika itu, bunga-bunganya sudah bermunculan. Putih, tipis, terumbai-rumbai ditiup angin, seperti busa di arus yang deras. Aku melihatnya tersenyum lebar. Senyum tulus yang tak pernah diperlihatkan pada orang-orang. Tuhan, inilah ciptaan-Mu yang paling indah. Dibawah langit biru yang cerah, ditengah padang ilalang, makhluk ciptaan-Mu tengah berdiri dan tersenyum tulus.

 

Kuurungkan niat awalku kemari. Kuturunkan kamera SLR yang tadi siap untuk membidik sasarannya. Biarlah aku mengenangnya untukku sendiri. Wajahnya, rambutnya yang tertiup angin dan senyumnya yang untuk pertama kali kulihat. Biarlah hanya aku dan padang ilalang ini yang tahu, betapa wajahnya terlihat 1000 kali lebih tampan ketika tersenyum.

 

Tanpa sadar bibirku tertarik kebelakang, ikut tersenyum melihat pemandangan delapan meter didepanku. Disisi lain, akupun ingin menangis menyaksikannya. Bisakah aku melihat senyum tulus itu lagi?

 

Seisi sekolah menyebutnya ‘Si beringas’ Kim Jongin. Tak pernah ada senyum tulus darinya. Hidupnya dipenuhi dengan berkelahi, balapan dan dunia malam. Wajah datar, tatapan tajam, smirk mematikan, senyum meremehkan, hanya itu ekspresi yang terpahat dihadapan orang-orang. Tak ada satupun yang berani melawannya, termasuk dua sahabatnya, yang tak jauh berbeda dengan Kim Jongin.

 

Setiap gadis di sekolah tertarik padanya, tapi tak ada yang berani untuk lebih dari sekedar mengaguminya. Mereka terlalu takut dengan latar belakang seorang Kim Jongin, yang dalam darahnya mengalir darah Yakuza. Dan aku adalah salah satu dari gadis-gadis itu.

 

Aku mengagumi setiap gerak Kim Jongin, bahkan aku nekat untuk mengikutinya. Awalnya hanya ingin tahu apa yang dilakukannya sepulang sekolah, namun sekarang, mengikutinya adalah rutinitasku. Aku hafal tempat-tempat yang akan dikunjunginya sepulang sekolah yaitu, cafe langganan, tempat latihan, pemakaman, hingga aku sampai di padang ilalang ini.

 

Aku bahkan hafal jadwal kegiatannya setiap hari. Dia akan ke cafe langganan setiap Senin sampai Sabtu pukul 2 siang. Setelah itu dia akan pergi ke pemakaman dengan membawa bunga lili sebanyak 3 tangkai. Dia mulai latihan bela diri pukul 5 sore hingga pukul 7 malam. Usai latihan, barulah dia akan kembali ke rumah. Walalupun aku lebih sering melihatnya pergi ke club malam daripada ke rumah, tapi aku menyimpulkan bahwa itulah akhir dari kegiatan rutinnya.

 

Dan kamera SLR yang menngantung di leherku kini.. Dialah yang menjadi saksi segala ekspresi yang dimiliki lelaki bernama Kin Jongin itu. Aku mengabadikan setiap gerakannya dengan kamera ini selama 4 bulan terakhir. Bagiku Kim Jongin adalah objek paling sempurna. Rambut berantakannya, sorot mata tajam, hidung mancung, bibir tebal dan jangan lupakan kulit tan yang dimilikinya. Semua terpahat begitu sempurna dalam dirinya. Ditambah dengan kemampuan bela diri dan mengendarai motor dengan kecepatan diatas rata-rata, semakin membuat pesonanya tak tertandingi.

 

“Kenapa tak jadi memotret? Apa ekspresiku masih terlihat menakutkan?” Aku kembali tersadar ke dunia nyata begitu ucapannya menginterupsiku. Suaranya tetap datar dan dingin, tapi aku tak perduli. Aku harus fokus saat ini.

 

“Maaf, mari kita mulai dari awal.” Oh ayolah, kenapa aku harus kehilangan fokus disaat seperti ini. Kudengar dengusan sebal dari lelaki yang sudah berdiri satu meter didepanku.

 

“Aku tak mau lagi, waktumu sudah habis nona.” Dia beranjak melewatiku beberapa langkah, sebelum tangan lancangku mencegahnya. Entah keberanian darimana hingga aku dengan lancang menahan langkahnya.

 

“Kumohon.. aku benar-benar minta maaf atas apa yang baru saja kulakukan. Ini adalah tugas dari kepala sekolah, kumohon sunbae..” Entah apa yang ada dipikirannya saat melihat wajah memohonku ini. Yang pasti aku harus mendapatkan potretnya, jika tidak maka kepala sekolah akan kecewa.

 

“Aish.. baiklah.” Gerutunya dan itu membuatku tersenyum. Bukan karena kesediaannya untuk kupotret kembali, tapi karena nada suaranya yang berbeda. Nada kesal yang jauh dari kata datar.

 

“Kau hanya perlu memotretku dan memasukkannya dalam album sekolah, jadi jangan membuang waktuku!” Huft.. andai saja dia bukan sunbaeku dan bukan keturunan seorang Yakuza, aku pasti sudah memukul kepalanya. Baru saja aku memujinya dan dia kembali pada nada datarnya lagi.

 

“Nde sunbae.” Aku hanya bisa mengiyakan, aku harus fokus kali ini. Jika tidak, kepala sekolah akan kecewa padaku.

 

Dia berjalan kembali ke tengah padang ilalang dan aku kembali bersiap memotretnya. Tapi ekspresinya kali ini benar-benar datar dan dingin. Huft, aku harus bagaimana?

 

“Em.. sunbae, bisakah kau sedikit tersenyum?” pintaku. Aku tahu aku keterlaluan, bahkan sebenarnya aku takut untuk mengatakannya. Tapi aku juga tak bisa memotretnya dengan ekspresi sedatar itu.

 

“Sudah ku katakan potret dan masukkan saja dalam album. Aku tak suka diatur.” Masih dengan nada datarnya yang sarat akan kemarahan. Huft.. aku membuat kesalahan lagi T.T

 

“Tapi ini adalah album kenangan sekolah, setidaknya sunbae membuat kenangan manis dalam album sek…” Belum selesai ucapanku, dia menarik tanganku hingga aku berdiri disisinya. ‘Tak tahukah yang kau lakukan ini berefek sangat besar pada kerja jantungku sunbae?’

 

Dia merangkul bahuku dan tangan kanannya memegang kamera SLR yang tadi menggantung di leherku. Dia tersenyum menghadap kamera dan aku menatapnya heran. Kilatan cahaya dari kamera yang dipegangnya saat ini membuatku sadar bahwa dia sedang memotret diri kami.

 

“Simpan foto itu sebagai kenangan manis dan kau bisa memakai fotoku yang lain untuk album sekolah.” Dia memberikan kamera yang dipegangnya padaku dan beranjak dari tempat ini.

 

Jadi, apa aku sudah ketahuan? Apa selama ini dia tahu aku selalu mengikutinya? Menjadi stalker-nya?

 

Tentu saja kau sudah ketahuan bodoh!

 

FIN©

A/N : Annyeong, udah lama ff ini ada di laptop, tapi gak bisa posting. Ff ini cuma drabble, jadi sangat amat pendek. Gomawo ^^

Leave a comment